Hasil untuk category "Pemeriksaan Pajak"

Apakah boleh wajib pajak menolak pemeriksaan pajak?

Dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak, DJP berwenang melakukan pemeriksaan. Hal tersebut dimuat dalam Pasal 29 Undang-Undang KUP. Tidak sedikit wajib pajak yang merasa kebingungan dan sampai bertanya-tanya apakah wajib pajak boleh menolak pemeriksaan pajak karena sangat menguras tenaga dan waktu? Untuk menghilangkan rasa penasaran, bisa kita simak penjelasan berikut ini.

Pada dasarnya penolakan pemeriksaan pajak dapat dilakukan, namun membawa konsekuensi bagi wajib pajak. Dalam pasal 36-38 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 s.t.d.t.d  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 dijelaskan tentang Penolakan Pemeriksaan.

Pasal 36

(1) Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Lapangan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan menyatakan menolak untuk dilakukan Pemeriksaan termasuk menolak menerima Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan.

(2) Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.

(3) Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak tidak ada di tempat maka: 

a. Pemeriksaan tetap dapat dilakukan sepanjang terdapat pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang dapat dan mempunyai kewenangan untuk mewakili Wajib Pajak, terbatas untuk hal yang berada dalam kewenangannya; atau

b. Pemeriksaan ditunda untuk dilanjutkan pada kesempatan berikutnya.

(4) Untuk keperluan pengamanan Pemeriksaan, sebelum dilakukan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, Pemeriksa Pajak dapat melakukan Penyegelan sebagaimana dimaksud pada Pasal 32 ayat (1).

(5) Apabila setelah dilakukan Penyegelan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1), Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak tetap tidak berada di tempat dan/atau tidak memberi izin kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka atau memasuki tempat atau ruangan, barang bergerak atau tidak bergerak, dan/atau tidak memberikan bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak meminta kepada pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak untuk membantu kelancaran Pemeriksaan.

(6) Dalam hal pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menolak untuk membantu kelancaran Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak meminta pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak untuk menandatangani surat penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan.

(7) Dalam hal pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak menolak untuk menandatangani surat penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.

Pasal 37

(1) Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Kantor untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor namun menyatakan menolak untuk dilakukan Pemeriksaan, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan.

(2) Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.

(3) Apabila dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor disampaikan kepada Wajib Pajak dan surat panggilan tersebut tidak dikembalikan oleh pos atau jasa pengiriman lainnya dan Wajib Pajak tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan Kantor, Pemeriksa Pajak membuat berita acara tidak dipenuhinya panggilan Pemeriksaan oleh Wajib Pajak yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.

Lalu apa konsekuensinya jika wajib pajak menolak dilakukan pemeriksaan pajak? Dalam pasal 38 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 s.t.d.t.d  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021, Pemeriksa pajak (berdasarkan poin-point yang ada di pasal 36 & 37 tersebut diatas) dapat melakukan penetapan pajak secara jabatan atau mengusulkan pemeriksaan bukti permulaan.

Jadi Jika wajib pajak dilakukan pemeriksaan pajak sebaiknya di ikuti saja tanpa harus memberontak. Namun wajib pajak juga perlu tahu tentang tata cara pemeriksaan, pedoman pemeriksaan, dan standar pemeriksaan. Sehingga wajib pajak bisa memahami hak dan kewajiban wajib pajak serta wewenang dan kewajiban pemeriksa. Apabila selama proses pemeriksaan didapati tidak sesuai dengan tata cara pemeriksaan dan standar pemeriksaan, wajib pajak dapat menggugat maupun mengajukan pembatalan Surat Ketetapan Pajak (SKP) hasil pemeriksaan. Semoga tulisan ini bermanfaat.

...

7 tahapan dalam pemeriksaan pajak yang perlu anda ketahui

"Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terhutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak". Hal tersebut dimuat dalam pasal 12 Undang-Undang KUP, menggambarkan bahwa dengan diterapkannya sistem self assessment mengharuskan wajib pajak untuk menghitung, membayar dan melapor pajak secara mandiri dengan tetap menyesuaikan pada peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Untuk memastikan dan menguji kebenaran Surat Pemberitahuan (SPT) yang telah dilaporkan oleh wajib pajak, DJP berwenang untuk melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak sebagaimana di atur dalam pasal 29 Undang-Undang KUP. 

Menurut Pasal 1 angka 25 Undang-Undang KUP, Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengelola data, keterangan, dan atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pada kesempatan ini saya akan menginformasikan secara singkat 7 tahapan dalam pemeriksaan pajak yang perlu anda ketahui:

1.Penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan (SP2)

Tahap awal ini sebagai tanda bahwa pemeriksaan pajak telah dimulai. Wajib pajak perlu memastikan bahwa pemeriksa telah menyampaiakan SP2 kepada wajib pajak. Selain itu pemeriksa juga wajib memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak kepada wajib pajak pada saat melakukan pemeriksaan.

2. Permintaan Data dan atau Keterangan

Pada tahap kedua ini, pemeriksa akan melakukan pertemuan dengan wajib pajak dalam rangka memberikan penjelasan mengenai: alasan dan tujuan pemeriksaan, hak dan kewajiban wajib pajak selama dan setelah pelaksanaan pemeriksaan, hak wajib pajak mengajukan Quality Assurance (QA), kewajiban wajib pajak untuk memenuhi permintaan buku, catatan, dan atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lainnya. Kemudian pemeriksa akan melakukan pengujian/pemeriksaan atas data dan atau keterangan yang diperoleh dari wajib pajak sesuai dengan tata cara, pedoman, dan standar pemeriksaan.

3. Surat Pemeberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP)

SPHP merupakan media untuk menginformasikan temuan pemeriksa kepada wajib pajak atas data dan atau keterangan yang telah di olah dari wajib pajak maupun dari pihak ketiga selama jangka waktu pemeriksaan. Dan wajib pajak wajib menerima SPHP. Tanpa SPHP maka Surat Ketetapan Pajak hasil pemeriksaan dapat dibatalkan.

4. Tanggapan SPHP

Setelah menerima SPHP, wajib pajak dapat membuat tanggapan atas SPHP tersebut secara tertulis dengan menyatakan setuju atau tidak setuju dengan hasil pemeriksaan. Dalam hal ini yang perlu menjadi perhatian adalah memastikan bahwa dasar hukum dalam temuan pemeriksa harus jelas dan dasar hukum tanggapan atas temuan pemeriksa juga harus jelas. Sehingga meminimalisir terjadinya perbedaan pendapat.

5. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (PAHP)

Jika tanggapan SPHP sebelumnya dilakukan secara tertulis, maka pada pembahasan akhir hasil pemeriksaan akan dilakukan secara langsung antara wajib pajak dan pemeriksa. Namun yang perlu diketahui bahwa PAHP adalah hak dari wajib pajak. Sehingga pemeriksa wajib untuk mengundang wajib pajak untuk menghadiri PAHP dan wajib pajak berhak hadir atau tidak hadir atas undangan tersebut. Jika terdapat ketidaksetujuan atas hasil pemeriksaan sebaiknya wajib pajak hadir dalam PAHP. 

6. Quality Assurance (QA)

Wajib pajak berhak mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, dalam hal masih terdapat hasil pemeriksaan yang belum disepakati antara pemeriksa pajak dan wajib pajak pada saat PAHP. Tahapan ini bersifat opsi dan hanya terbatas pada sengketa yang bersifat juridis.

7. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP)

Setelah selesai pemeriksaan dengan ditandatanganinya risalah pembahasan, risalah tim QA pemeriksaan, dan berita acara PAHP, maka di buatlan laporan hasil pemeriksaan oleh pemeriksa yang akan digunakan untuk membuat nota perhitungan dan digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan SKP atau STP. SKP merupakan produk hukum atas hasil pemeriksaan pajak yang terdiri dari: SKPKB, SKPKBT, SKPN, SKPLB.

Untuk penjelasan lebih lanjut dari masing-masing tahapan tersebut diatas, anda dapat mempelajari dalam PMK 17/PMK.03/2013 s.t.d.t.d PMK 18/PMK.03/2021.

Dasar hukum:

  • Undang-Undang KUP
  • PMK 17/2013
  • PMK 18/2021
...