Hasil untuk category "Akuntansi Pajak"

Perusahaan memiliki penghasilan final dan non final, bagaimana menghitung beban untuk memperoleh penghasilan kena pajak?

Siang pak, Perusahaan kami memiliki penghasilan final dan non final, bagaimana cara menghitung beban untuk memperoleh penghasilan kena pajaknya ya? Mohon dasar hukumnya. Terima kasih

Perusahaan harus melakukan pembukuan terpisah dalam hal memiliki penghasilan final dan non final. Jika perusahaan tidak dapat memisahkan pembukuan, maka pembebanannya di lakukan secara proposional. 

Berdasarkan pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2010 tentang PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN, 

Pasal (1) Wajib Pajak harus menyelenggarakan pembukuan secara terpisah dalam hal:
a. memiliki usaha yang penghasilannya dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dan tidak final;
b.menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak dan bukan objek pajak; atau
c.mendapatkan dan tidak mendapatkan fasilitas perpajakan sebagaimana diatur dalam Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan.
 

Pasal (2) Biaya bersama bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya Penghasilan Kena Pajak, pembebanannya dialokasikan secara proporsional.

 

Sebagai contoh:

Penghasilan non final Rp80.000.000

Penghasilan final Rp20.000.000

Total Penghasilan Rp100.000.000

Beban usaha (Rp75.000.000)

Laba Usaha Rp25.000.000

Dalam hal perusahaan tidak dapat memisahkan beban yang digunakan untuk memperoleh penghasilan final, maka sebagian beban tersebut harus di koreksi fiskal positif. Karena penghasilan final diatas memiliki porsi 20% (Rp20.000.000) dari total penghasilan (Rp100.000.000), maka beban yang harus di koreksi fiskal positif senilai 20% dari total beban usaha yaitu 20% x Rp75.000.000 = Rp15.000.000.

Sehingga Penghasilan Kena Pajak dapat di hitung sebagai berikut:

Penghasilan non final Rp80.000.000

Penghasilan final (Dikoresi fiskal negatif)

Total Penghasilan Rp80.000.000

Beban usaha (Rp60.000.000) → Dikoreksi fiskal positif senilai Rp15.000.000,-

Penghasilan Kena Pajak Rp20.000.000

 

Dasar Hukum:

  • Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2010
...

Perbedaan Pembukuan dan Pencatatan Dalam Perpajakan

Menurut Pasal 1 angka 29 UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.

Kata kunci dari pembukuan yaitu wajib pajak di minta untuk menyusun laporan keuangan secara komersil dan fiskal. Dalam menyusun laporan keuangan komersil, WP dapat menggunakan Standar Akuntansi Keuangan (SAK EMKM, SAK ETAP/EP, SAK Umum, SAK Internasional). Sementara untuk keperluan perpajakan, WP dapat melakukan rekonsiliasi fiskal terlebih dahulu untuk menghitung laba usaha fiskal.

Komponen laporan keuangan terdiri dari:

  • Laporan Laba Rugi
  • Laporan Perubahan Ekuitas
  • Laporan Posisi Keuangan
  • Laporan Arus Kas
  • Catatan Atas Laporan Keuangan

Sementara itu pencatatan menurut Pasal 28 ayat 9 UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 merupakan kegiatan mengumpulkan data secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.

Jadi berbeda dengan pembukuan, dalam pencatatan WP hanya diminta untuk mencatat penghasilan/peredaran bruto/penghasilan bruto saja. Pencatatan dilakukan secara kronologis dan sistematis berdasarkan urutan tanggal diterimanya peredaran bruto dan/atau penghasilan bruto.

Bagi rekan-rekan yang merasa kesulitan dalam menyusun laporan keuangan ataupun pencatatan usaha, bisa menghubungi kami untuk konsultasi maupun untuk melakukan pelatihan berkelanjutan. 

...

Awas tidak semua biaya dalam laporan keuangan komersial bisa dibebankan secara fiskal

Perusahaan selain harus memastikan pegawai-nya memahami proses pembuatan laporan keuangan tapi juga harus memastikan memahami ketentuan perpajakan. Karena dalam perpajakan terdapat perlakukan yang berbeda ketika memandang pengeluaran atau beban yang di lakukan oleh perusahaan. Sehingga bisa jadi terdapat beban yang sudah di akui oleh perusahaan dalam laporan keuangan komersial akan di koreksi dalam laporan SPT Tahunan. 

Sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008, terdapat beberapa biaya yang tidak boleh menjadi pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, diantaranya sebagai berikut:

  1. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
  2. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota;
  3. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, dengan syarat tertentu;
  4. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;
  5. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan (mulai tahun pajak 2022 DIHAPUS), kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
  6. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
  7. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan;
  8. Pajak Penghasilan;
  9. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;
  10. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
  11. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Pada prinsipnya biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai hubungan dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara (3M) penghasilan yang merupakan objek pajak yang pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat dari pengeluaran tersebut.

Dampak koreksi fiskal

Perusahaan perlu tahu terkait dampak dari dilakukannya koreksi fiskal. Misalnya koreksi fiskal positif dari salah satu pos biaya pada laporan laba rugi. Jika biaya pada laporan laba rugi komersial dilakukan koreksi positif, artinya biaya tersebut tidak boleh dibiayakan atau tidak boleh dijadikan pengurang secara fiskal. Sehingga pada laporan fiskal, laba usaha akan meningkat. Apabila laba usaha meningkat maka pajak yang terhutang juga akan meningkat.

Mungkin sebagian dari anda masih bertanya-tanya, kenapa biaya yang di keluarkan perusahaan tidak boleh di biayakan walaupun transaksi itu benar-benar terjadi dan didukung dengan dokumen transaksi yang jelas? Karena memang perpajakan mengatur biaya yang boleh di biayakan atau dikurangkan adalah biaya yang mempunyai hubungan dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara (3M) penghasilan yang merupakan objek pajak.

Hal tersebut tentu untuk mengatur agar perusahaan tidak melakukan kecurangan seperti: memperbesar biaya yang tidak ada hubungannya dengan usaha atau 3M, yang berdampak pada mengecilnya laba rugi usaha. Jika laba usaha mengecil, tentu pajak yang terhutang juga akan semakin kecil.

Dasar Hukum:

  • Undang-Undang No. 36 Tahun 2008
...