Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-39/PJ.42/1998

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR SE-39/PJ.42/1998

TENTANG

PENEGASAN LEBIH LANJUT PELAKSANAAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL

PAJAK NOMOR: SE-12/PJ.42/1998 TANGGAL 30 MARET 1998

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan mengenai persyaratan Penghapusan Piutang Tak Tertagih sebagaimana ditegaskan dalam butir 2 huruf c Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE 12/PJ.42/1998 tanggal 30 Maret 1998 mengenai kewajiban mengumumkan daftar nama debitur yang telah dihapuskan dalam suatu penerbitan, dipandang perlu untuk diberikan penegasan bahwa yang dimaksud dengan suatu penerbitan adalah:

  1. Penerbitan khusus HIMBARA/PERBANAS; atau
  2. Penerbitan koran/majalah/buletin atau media massa cetak yang lain; atau
  3. Laporan ke Bank Indonesia, kemudian oleh Bank Indonesia diterbitkan/diumumkan dalam data base bank di Bank Indonesia.

 

Demikian untuk dilaksanakan dan disebarluaskan kepada para Wajib Pajak yang berada dilingkungan unit kerja Saudara.

 

9 Desember 1998

DIREKTUR JENDERAL,

ttd.

A. ANSHARI RITONGA

...

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-19/PJ.42/1998

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR SE-19/PJ.42/1998

TENTANG

PELAKSANAAN PIUTANG TAK TERTAGIH YANG BOLEH DIKURANGKAN SEBAGAI

BIAYA

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Sehubungan dengan telah diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 130/KMK.04/1998 tanggal 27 Pebruari 1998 tentang Penghapusan Piutang Tak Tertagih Yang boleh Dikurangkan sebagai Biaya, dengan ini perlu diatur hal-hal sebagai berikut:

  1. Sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, pembebasan utang bagi pihak yang semula berutang atau debitur-debitur yang utangnya dihapuskan, merupakan penghasilan bagi debitur.
  2. Apabila piutang tak tertagih yang telah memenuhi syarat untuk dihapuskan sebagaimana yang dimaksud dalam SE-12/PJ.42/1998 tanggal 30 Maret 1998, dan dikemudian hari piutang tersebut dapat ditagih kembali, maka atas jumlah yang diterima itu merupakan penghasilan bagi kreditur.
  3. Kantor Pelayanan Pajak yang menerima laporan "Daftar Piutang Tak Tertagih Yang Dihapuskan" supaya segera mengirimkan/menyebarkan data penghapusan tagihan terhadap debitur tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak dimana para debitur terdaftar untuk dapat dimanfaatkan dalam pemeriksaan/penghitungan pajak para debitur tersebut.

 

Demikian disampaikan untuk dimaklumi.

 

10 Juli 1998 

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, 

ttd.

A.ANSHARI RITONGA

...

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-12/PJ.42/1998

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR SE-12/PJ.42/1998

TENTANG

PELAKSANAAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 130/KMK.04/1998

TANGGAL 27 FEBRUARI 1998

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Sehubungan dengan telah diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 130/KMK.04/1998 tanggal 27 Februari 1998 tentang Penghapusan Piutang Tak Tertagih Yang Boleh Dikurangkan Sebagai Biaya, maka untuk kelancaran pelaksanaannya dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut:

1. Yang dimaksud dengan Piutang Tak Tertagih Yang Dapat Dihapuskan adalah piutang usaha dari wajib pajak sesuai dengan kegiatan usahanya masing-masing: bank, lembaga pembiayaan, industri, dagang dan jasa lainnya.

 

2. Persyaratan penghapusan piutang tak tertagih:

a. Wajib pajak telah membebankan piutang tak tertagih tersebut sebagai kerugian perusahaan dalam Laporan Keuangan Komersial; dan

b. Wajib Pajak telah

- menyerahkan dan mendaftarkan gugatan perdata atas nama debitur serta jumlah piutang tak tertagih kepada Pengadilan Negeri; atau

- menyerahkan dan mendaftarkan penyelesaian penagihan atas nama debitur serta jumlah piutang tak tertagih kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN); dan

c. Wajib pajak telah mengumumkan daftar nama debitur yang penyelesaian penagihannya telah diserahkan ke Pengadilan Negeri (PN) atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN), dalam suatu penerbitan tertentu seperti penerbitan intern pada asosiasi usaha tersebut atau penerbitan lainnya; dan 

d. Wajib pajak telah menyerahkan dan melaporkan kepada Direktur Jenderal Pajak, "Daftar Piutang Tak Tertagih Yang Dihapuskan" yang mencantumkan nama, alamat, NPWP, dan jumlahnya (formulir terlampir). 

 

Demikian untuk dilaksanakan dan disebarluaskan kepada para wajib pajak yang berada di lingkungan unit kerja Saudara. 

 

30 Maret 1998 

DIREKTUR JENDERAL PAJAK 

ttd.

FUAD BAWAZIER

...

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 9/PJ/2010

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 9/PJ/2010

TENTANG

PENYAMPAIAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 2/PMK.03/2010 

TENTANG BIAYA PROMOSI YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO

DIREKTUR JENDERAL PAJAK

 

Sehubungan  dengan  telah  disahkan  dan  diundangkannya  Peraturan  Menteri  Keuangan  Nomor   2/PMK.03/2010  tanggal 8 Januari 2010 tentang biaya Promosi yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto, dengan ini disampaikan kembalihal-hal sebagai berikut :

 

1. Dalam Peraturan Menteri tersebut antara lain diatur :

a.  Biaya Promosi adalah bagian dari biaya penjualan yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk baik langsung maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan.

b.  Besarnya Biaya Promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto merupakan akumulasi dari jumlah :

1)  biaya periklanan di media elektronik, media cetak, dan/atau media lainnya;

2)  biaya pameran produk;

3)  biaya pengenalan produk baru; dan/atau

4)  biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi produk. 

 

c. Tidak termasuk Biaya Promosi adalah :

1) pemberian imbalan berupa uang dan/atau fasilitas, dengan nama dan dalam bentuk apapun, kepada pihak lain yang tidak berkaitan langsung dengan penyelenggaraan kegiatan promosi.

2) Biaya  Promosi  untuk  mendapatkan,  menagih,  dan  memelihara  penghasilan  yang  bukan merupakan objek pajak dan yang telah dikenai pajak bersifat final.

 

d. Dalam  hal  promosi  dilakukan  dalam  bentuk  pemberian  sampel  produk,  besarnya  biaya  yang  dapat dikurangkan  dari  penghasilan bruto  adalah  sebesar harga  pokok  sampel produk  yang  diberikan, sepanjang belum dibebankan dalam perhitungan harga pokok penjualan.

e.  Biaya Promosi yang dikeluarkan kepada pihak lain dan merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan wajib dilakukan pemotongan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

f.  Wajib Pajak wajib membuat daftar nominatif yang paling sedikit harus memuat data penerima berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat, tanggal, bentuk dan jenis biaya, besarnya biaya, nomor bukti pemotongan dan besarnya Pajak Penghasilan yang dipotong dengan format atas pengeluaran Biaya Promosi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang dikeluarkan kepada pihak lain sebagaimana ditetapkan dalam lampiran.

g.  Daftar nominatif dilaporkan sebagai lampiran saat Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan. 

h.  Dalam hal ketentuan huruf f dan g di atas tidak dipenuhi, Biaya Promosi tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

 

2. Berdasarkan hal-hal di atas, dengan ini ditegaskan bahwa :

a.  Biaya Promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1)  untuk mempertahankan dan atau meningkatkan penjualan;

2)  dikeluarkan secara wajar; dan

3)  menurut adat kebiasaan pedagang yang baik.

 

b. Mekanisme pemotongan PPh kepada pihak-pihak yang menerima penghasilan atas pengeluaran biaya promosi mengacu pada ketentuan perpajakan yang berlaku.

c.  Pada saat pengisian Lampiran Peraturan Menteri mengenai Daftar Nominatif perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1)  Dalam hal pemberian sampel,kolom Keterangan harus diisi dengan mencantumkan Nama, Kegiatan dan Lokasinya;

2) Dalam hal Biaya Promosi dikeluarkan dalam bentuk sponsorship, kolom Keterangan harus diisi dengan informasi kontrak dan/atau perjanjian sponsorship secara lengkap, termasuk nomor dan tanggal kontrak;

3)  Dalam hal Biaya Promosi dilakukan dalam bentuk selain sponsorship dan kegiatan promosi tersebut dilakukan berdasarkan suatu kontrak dan/atau perjanjian, maka Wajib Pajak harus mencantumkan informasi kontrak dan/atau perjanjian secara lengkap dalam kolom Keterangan, termasuk nomor dan tanggal kontrak.

 

3. Pada saat Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku, maka Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak 

Nomor SE-29/PJ.42/1990 tanggal 2 Oktober 1990 tentang Biaya Promosi bagi Perusahaan Rokok/Cerutu, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 

Demikian untuk menjadi pedoman dalam pelaksanaan di lapangan.

 

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal 1 Februari 2010

Direktur Jenderal, ttd

Mochammad Tjiptardjo

NIP. 060044911

 

...

Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S – 766/PJ.53/2004

SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR S – 766/PJ.53/2004

TENTANG

PPN ATAS PENYERAHAN JASA FREIGHT FORWARDING

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 29 Januari 2003 dan Nomor XXX tanggal 30 April 2003, dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut :

 

1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa :

a. PT. ABC adalah perusahaan jasa yang bergerak di bidang freight forwarding yang dalam kegiatan operasionalnya bertindak sebagai agen atau broker dari shipping line atau airline.

b. Dalam kegiatan usaha tersebut Saudara memberikan jasa berikut biaya transportasi udara dan laut berdasarkan harga yang diperoleh dari airline atau shipping line yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai.

c. Jasa Kena Pajak yang terutang Pajak Pertambahan Nilai ada pada jasa handling dan customs clearance yang Saudara tagihkan ke customer dan juga dilaporkan dalam SPT Masa PPN. Penagihan atas biaya transportasi udara atau laut tersebut di atas dilaporkan sebagai penyerahan tidak terutang PPN dalam SPT Masa PPN.

d. Seluruh Pajak Masukan adalah berasal dari kegiatan yang berhubungan langsung dengan usaha di bidang freight forwarding.

e. Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas Saudara menanyakan apakah harus dilakukan Penghitungan Kembali atas Pajak Masukan yang telah dikreditkan sesuai dengan KMK Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000.

 

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- undang Nomor 18 Tahun 2000, antara lain mengatur :

a. Pasal 1 angka 19, bahwa penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

b. Pasal 4 huruf c, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.

c. Pasal 4A ayat (3) sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, antara lain mengatur :

– Pasal 5, menetapkan jenis-jenis kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Jasa freight forwarding tidak termasuk jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

– Pasal 5 huruf i sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Pasal 13, bahwa jasa di bidang angkutan umum meliputi jasa angkutan umum di darat, di laut, di danau, dan di sungai yang dilakukan Pemerintah atau swasta. Dalam penjelasan Pasal 13 dijelaskan bahwa jasa angkutan udara dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, namun demikian jasa angkutan udara luar negeri tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, karena penyerahan jasa tersebut dilakukan di luar Daerah Pabean. Termasuk dalam pengertian jasa angkutan udara luar negeri adalah jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri tersebut.

 

3. Berdasarkan ketentuan pada butir 2, dan memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, dengan ini ditegaskan bahwa :

a. Atas penyerahan jasa freight forwarding dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar penggantian yang diminta atau seharusnya diminta oleh PT. ABC sebagai pemberi jasa freight forwarding.

b. Dalam hal dokumen-dokumen pabean (dokumen) untuk menagih biaya freight dan biaya lainnya dari shipping line atau airline atau pihak ketiga dibuat langsung atas nama:

b.1. Penerima jasa (konsumen PT. ABC), maka biaya freight dan biaya lainnya tidak termasuk kedalam Dasar Pengenaan Pajak, karena dianggap sebagai reimbursement; atau

b.2. PT. ABC dan bukan atas nama penerima jasa (konsumen PT. ABC), maka biaya freight dan biaya lainnya tidak dapat dianggap sebagai reimbursement, sehingga merupakan bagian dari Dasar Pengenaan Pajak yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

c. Apabila terdapat mark-up biaya freight dan biaya-biaya lainnya, yang dokumennya langsung atas nama PT. ABC, maka mark-up tersebut merupakan bagian dari Dasar Pengenaan Pajak yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, disamping jasa handling dan customs clearance karena termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh PT. ABC.

d. Penyerahan jasa angkutan yang digunakan oleh pengusaha freight forwarding pada dasarnya dilakukan oleh pengusaha angkutan (shipping line atau airline) bukan oleh pengusaha freight forwarding, oleh karena itu Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan Penyerahan Yang Terutang dan Tidak Terutang, tidak tepat sebagai pedoman penghitungan Pajak Masukan bagi pengusaha freight forwarding.

e. Sehubungan dengan hal tersebut pada butir d di atas, maka dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) baris huruf B butir 2 Formulir 1195 (Penyerahan yang Tidak Terutang PPN) tidak perlu diisi, apabila transaksi yang dilakukan oleh PT. ABC sebagaimana dimaksud dalam butir 3 huruf b.1.

 

Demikian untuk dimaklumi.

 

A.n. DIREKTUR JENDERAL

DIREKTUR PPN DAN PTLL

ttd

A. SJARIFUDDIN ALSAH

...

Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S – 807/PJ.53/2004

SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR S – 807/PJ.53/2004

TENTANG

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS JASA FREIGHT FORWARDING

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 12 Desember 2001 hal PPN Terutang atas Jasa Kena Pajak (JKP), dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut :

1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa :

a. PT. ABC adalah perusahaan jasa yang bergerak di bidang freight forwarding, yang dalam kegiatan operasionalnya bertindak sebagai perantara untuk melakukan eksport atau import.

b. Berkaitan dengan hal tersebut Saudara menanyakan tagihan mana saja yang dianggap sebagai Dasar Pengenaan Pajak sehingga harus dibuat Faktur Pajaknya, mengingat ada tagihan yang direimburse oleh perusahaan pelayaran seperti freight, THC, document fee, D/O, cleaning container dan lift on/off container, dan ada pula tagihan yang tidak direimburse seperti agency fee dan administrasi.

 

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- undang Nomor 18 Tahun 2000, antara lain mengatur :

a. Pasal 1 angka 19, bahwa penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

b. Pasal 4 huruf c, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.

c. Pasal 4A ayat (3) sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, antara lain mengatur :

1) Pasal 5, menetapkan jenis-jenis kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Jasa freight forwarding tidak termasuk jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

2) Pasal 5 huruf i sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Pasal 13, bahwa jasa di bidang angkutan umum meliputi jasa angkutan umum di darat, di laut, di danau, dan di sungai yang dilakukan Pemerintah atau swasta. Dalam penjelasan Pasal 13 dijelaskan bahwa jasa angkutan udara dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, namun demikian jasa angkutan udara luar negeri tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, karena penyerahan jasa tersebut dilakukan di luar Daerah Pabean. Termasuk dalam pengertian jasa angkutan udara luar negeri adalah jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri tersebut.

 

3. Berdasarkan ketentuan pada butir 2, dan memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, dengan ini ditegaskan bahwa :

a. Atas penyerahan jasa freight forwarding dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar penggantian yang diminta atau seharusnya diminta oleh PT. ABC sebagai pemberi jasa freight forwarding termasuk didalamnya biaya freight, THC, document fee, D/O, cleaning container, lift on/off container, agency fee dan administrasi.

b. Dalam hal dokumen-dokumen untuk menagih biaya freight dan biaya lainnya dari shipping line atau airline atau pihak ketiga dibuat langsung atas nama penerima jasa (konsumen PT ABC), maka Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan jasa Freight Forwarding yang dilakukan PT ABC kepada konsumen adalah sebesar nilai yang seharusnya diminta tidak termasuk tagihan-tagihan atas nama konsumen PT ABC.

 

 

Demikian untuk dimaklumi.

 

A.n. DIREKTUR JENDERAL

DIREKTUR PPN DAN PTLL,

ttd

A. SJARIFUDDIN ALSAH

...