Hasil pencarian "Surat Edaran"

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-20/PJ.42/2000

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR SE-20/PJ.42/2000

TENTANG

PERUBAHAN SE-07/PJ.42/2000 TANGGAL 13 APRIL 2000 TENTANG PENEGASAN

LEBIH LANJUT PELAKSANAAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR:

SE-08/PJ.42/1999 TANGGAL 25 PEBRUARI 1999

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak Badan (kreditur) yang melakukan perjanjian/kesepakatan tertulis dengan pihak debitur dalam rangka penyelesaian utangpiutang yang mengakibatkan seluruh atau sebagian utang-piutang dibebaskan atau tidak ditagih, maka ketentuan butir 3 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE07/PJ.42/2000 tanggal 13 April 2000 tentang penegasan lebih lanjut pelaksanaan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-08/PJ.42/1999 tanggal 25 Pebruari 1999 tentang Penghapusan Piutang Tak Tertagih Yang Boleh Dikurangkan Sebagai Biaya diubah menjadi sebagai berikut:

"3. Apabila pihak debitur dan kreditur melakukan perjanjian/kesepakatan tertulis yang disahkan oleh Notaris dalam rangka penyelesaian utang-piutang yang mengakibatkan seluruh atau sebagian utang-piutang dibebaskan atau tidak ditagih, maka fotokopi dokumen (yang dilegalisasi oleh Notaris) mengenai perjanjian/kesepakatan yang secara jelas mencantumkan data dan informasi mengenai penyelesaian utang-piutang tersebut dapat menggantikan persyaratan:

  1. penyerahan daftar nama debitur dan jumlah piutang tak tertagih kepada Pengadilan Negeri (PN) atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN); dan
  2. pengumuman daftar nama debitur dalam suatu penerbitan."

 

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

 

 

07 Juli 2000 

DIREKTUR JENDERAL 

ttd 

MACHFUD SIDIK

...

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-07/PJ.42/2000

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR SE-07/PJ.42/2000

TENTANG

PENEGASAN LEBIH LANJUT PELAKSANAAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL

PAJAK NOMOR: SE-08/PJ.42/1999 TANGGAL 25 PEBRUARI 1999

DIREKTUR JENDERAL PAJAK

 

Sehubungan dengan adanya pertanyaan dan masalah dalam pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 130/KMK.04/1998 tanggal 27 Pebruari 1998 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.42/1999 tanggal 25 Pebruari 1999 tentang Penghapusan Piutang Tak Tertagih yang Boleh Dikurangkan Sebagai Biaya, untuk memberikan kepastian kepada Wajib Pajak dengan ini ditegaskan lebih lanjut hal-hal sebagai berikut:

1. Sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 dan penjelasannya dinyatakan bahwa piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang Wajib Pajak telah melakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir.

2. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 130/KMK.04/1998 tanggal 27 Pebruari 1998 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.42/1999 tanggal 25 Pebruari 1999 tentang Penghapusan Piutang Tak Tertagih yang Boleh Dikurangkan Sebagai Biaya, piutang tak tertagih yang timbul di bidang usaha bank, lembaga pembiayaan, industri, dagang, dan jasa lainnya dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung penghasilan kena pajak dengan syarat:

a) Wajib Pajak telah membebankan piutang tak tertagih tersebut sebagai kerugian perusahaan dalam Laporan Keuangan Komersial; dan

b) Menyerahkan nama debitur dan jumlah piutang tak tertagih tersebut kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN); dan

c) Mengumumkan daftar nama tersebut dalam suatu penerbitan; dan d) Menyerahkan Daftar Piutang Tak Tertagih yang Dihapuskan yang mencantumkan nama, alamat, NPWP dan jumlahnya, serta dokumen lain yang dipandang perlu oleh Direktur Jenderal Pajak.

 

3. Apabila pihak debitur dan kreditur melakukan perjanjian/kesepakatan tertulis yang mengikat kedua belah pihak dalam rangka penyelesaian hutang-piutang yang mengakibatkan seluruh atau sebagian hutang-piutang dibebaskan atau tidak ditagih, maka fotokopi dokumen (yang dilegalisasi) mengenai perjanjian/kesepakatan yang secara jelas mencantumkan data dan informasi mengenai penyelesaian hutangpiutang tersebut dapat menggantikan syarat penyerahan daftar nama debitur dan jumlah piutang tak tertagih kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN).

4. Tagihan-tagihan yang jumlahnya tidak lebih dari Rp5.000.000,- untuk setiap debitur, dapat dibuatkan daftar kumulatif (tidak harus mencantumkan rincian identitas debitur dan jumlah piutang tak tertagih) dan tidak harus memenuhi persyaratan seperti tersebut pada butir 2 b) dan 2 c) di atas sepanjang Wajib Pajak dapat menunjukkan bukti-bukti/dokumen pendukung apabila diminta dalam pemeriksaan pajak.

 

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

13 April 2000

DIREKTUR JENDERAL,

ttd.

MACHFUD SIDIK

...

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.42/1999

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR SE-08/PJ.42/1999

TENTANG

PELAKSANAAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR: 130/KMK.04/1998

TANGGAL 27 FEBRUARI 1998

DIREKTUR JENDERAL PAJAK

 

Sehubungan dengan telah diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 130/KMK.04/1998 tanggal 27 Februari 1998 tentang Penghapusan Piutang Tak Tertagih Yang Boleh Dikurangkan Sebagai Biaya, maka untuk kelancaran pelaksanaannya dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut:

1. Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 130/KMK.04./1998 dinyatakan bahwa piutang tak tertagih yang timbul di bidang usaha bank, lembaga pembiayaan, industri, dagang dan jasa lainnya dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak dengan syarat:

(a) Wajib Pajak telah membebankan piutang tak tertagih tersebut sebagai kerugian perusahaan dalam Laporan Keuangan Komersial; dan

(b) menyerahkan nama debitur dan jumlah piutang tak tertagih tersebut kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN); dan

(c) mengumumkan daftar nama tersebut dalam suatu penerbitan; dan

(d) menyerahkan Daftar Piutang Tak Tertagih Yang Dihapuskan yang mencantumkan nama, alamat, NPWP dan jumlahnya, serta dokumen lain yang dipandang perlu oleh Direktur Jenderal Pajak.

 

2. Yang dimaksud dengan suatu penerbitan adalah:

a) Penerbitan khusus HIMBARA/PERBANAS; atau

b) Penerbitan koran/majalah/buletin atau media massa cetak yang lain; atau

c) Laporan ke Bank Indonesia, kemudian oleh Bank Indonesia diterbitkan/diumumkan dalam data base bank di Bank Indonesia. 

 

3. Penghapusan piutang tak tertagih yang timbul di bidang usaha bank dan lembaga pembiayaan harus dibebankan terlebih dahulu pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih. Dalam hal cadangan piutang tak tertagih tidak atau tidak seluruhnya dipakai untuk menutup kerugian yang disebabkan oleh piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, maka jumlah cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan, sedangkan dalam hal jumlah cadangan tersebut tidak mencukupi, maka kekurangannya diperhitungkan sebagai biaya (penghapusan piutang tak tertagih).

4. Apabila piutang tak tertagih yang telah memenuhi syarat untuk dihapuskan sebagaimana dimaksud pada butir 1 di atas, dan di kemudian hari piutang tersebut dapat ditagih kembali, maka atas jumlah yang diterima itu merupakan penghasilan bagi kreditur.

5. Dalam hal jumlah debiturnya sangat banyak dan dalam rangka memanfaatkan maksud dari Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 130/KMK.04/1998, Wajib Pajak dapat menyerahkan dan melaporkan kepada Direktur Jenderal Pajak cfm. Kantor Pelayanan Pajak "Daftar Piutang Tak Tertagih Yang Dihapuskan" secara kumulatif bagi debitur yang mempunyai jumlah tunggakan tidak lebih dari Rp5.000.000,- (lima juta rupiah) untuk tiap-tiap debiturnya. Atas daftar kumulatif tersebut Wajib Pajak harus dapat menyampaikan daftar rinciannya bila sewaktu-waktu diperlukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Sedangkan untuk debitur yang jumlah tunggakannya di atas Rp5.000.000,- (lima juta rupiah) tetap harus dibuat daftarnya secara nominatif.

6. Wajib Pajak wajib menyerahkan dan melaporkan tanda bukti kepada Kantor Pelayanan Pajak bahwa Wajib Pajak telah mengumumkan daftar nama debitur dalam suatu penerbitan dan telah menyerahkan daftar tersebut ke Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN); beserta "Daftar Piutang Tak Tertagih Yang Dihapuskan" baik yang dibuat secara kumulatif maupun nominatif yang mencantumkan nama, alamat, NPWP (untuk yang kumulatif tidak perlu NPWP) dan jumlahnya bersama dengan SPT Tahunan PPh (formulir terlampir).

7. Kantor Pelayanan Pajak yang menerima laporan "Daftar Piutang Tak Tertagih Yang Dihapuskan" supaya segera mengirimkan/menyebarkan data penghapusan tagihan terhadap debitur tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak dimana para debitur terdaftar untuk dapat dimanfaatkan dalam pemeriksaan/penghitungan pajak para debitur tersebut.

8. Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka SE-12/PJ.42/1998 tanggal 30 Maret 1998, SE-19/PJ.42/1998 tanggal 10 Juli 1998 dan SE-39/PJ.42/1998 tanggal 9 Desember 1998 serta surat penegasan yang bertentangan dengan Surat Edaran ini dinyatakan tidak berlaku lagi.

 

Demikian disampaikan untuk dimaklumi. 

25 Februari 1999 

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, 

ttd.

 A. ANSHARI RITONGA

...

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-39/PJ.42/1998

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR SE-39/PJ.42/1998

TENTANG

PENEGASAN LEBIH LANJUT PELAKSANAAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL

PAJAK NOMOR: SE-12/PJ.42/1998 TANGGAL 30 MARET 1998

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan mengenai persyaratan Penghapusan Piutang Tak Tertagih sebagaimana ditegaskan dalam butir 2 huruf c Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE 12/PJ.42/1998 tanggal 30 Maret 1998 mengenai kewajiban mengumumkan daftar nama debitur yang telah dihapuskan dalam suatu penerbitan, dipandang perlu untuk diberikan penegasan bahwa yang dimaksud dengan suatu penerbitan adalah:

  1. Penerbitan khusus HIMBARA/PERBANAS; atau
  2. Penerbitan koran/majalah/buletin atau media massa cetak yang lain; atau
  3. Laporan ke Bank Indonesia, kemudian oleh Bank Indonesia diterbitkan/diumumkan dalam data base bank di Bank Indonesia.

 

Demikian untuk dilaksanakan dan disebarluaskan kepada para Wajib Pajak yang berada dilingkungan unit kerja Saudara.

 

9 Desember 1998

DIREKTUR JENDERAL,

ttd.

A. ANSHARI RITONGA

...

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-19/PJ.42/1998

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR SE-19/PJ.42/1998

TENTANG

PELAKSANAAN PIUTANG TAK TERTAGIH YANG BOLEH DIKURANGKAN SEBAGAI

BIAYA

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Sehubungan dengan telah diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 130/KMK.04/1998 tanggal 27 Pebruari 1998 tentang Penghapusan Piutang Tak Tertagih Yang boleh Dikurangkan sebagai Biaya, dengan ini perlu diatur hal-hal sebagai berikut:

  1. Sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, pembebasan utang bagi pihak yang semula berutang atau debitur-debitur yang utangnya dihapuskan, merupakan penghasilan bagi debitur.
  2. Apabila piutang tak tertagih yang telah memenuhi syarat untuk dihapuskan sebagaimana yang dimaksud dalam SE-12/PJ.42/1998 tanggal 30 Maret 1998, dan dikemudian hari piutang tersebut dapat ditagih kembali, maka atas jumlah yang diterima itu merupakan penghasilan bagi kreditur.
  3. Kantor Pelayanan Pajak yang menerima laporan "Daftar Piutang Tak Tertagih Yang Dihapuskan" supaya segera mengirimkan/menyebarkan data penghapusan tagihan terhadap debitur tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak dimana para debitur terdaftar untuk dapat dimanfaatkan dalam pemeriksaan/penghitungan pajak para debitur tersebut.

 

Demikian disampaikan untuk dimaklumi.

 

10 Juli 1998 

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, 

ttd.

A.ANSHARI RITONGA

...

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-12/PJ.42/1998

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR SE-12/PJ.42/1998

TENTANG

PELAKSANAAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 130/KMK.04/1998

TANGGAL 27 FEBRUARI 1998

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Sehubungan dengan telah diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 130/KMK.04/1998 tanggal 27 Februari 1998 tentang Penghapusan Piutang Tak Tertagih Yang Boleh Dikurangkan Sebagai Biaya, maka untuk kelancaran pelaksanaannya dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut:

1. Yang dimaksud dengan Piutang Tak Tertagih Yang Dapat Dihapuskan adalah piutang usaha dari wajib pajak sesuai dengan kegiatan usahanya masing-masing: bank, lembaga pembiayaan, industri, dagang dan jasa lainnya.

 

2. Persyaratan penghapusan piutang tak tertagih:

a. Wajib pajak telah membebankan piutang tak tertagih tersebut sebagai kerugian perusahaan dalam Laporan Keuangan Komersial; dan

b. Wajib Pajak telah

- menyerahkan dan mendaftarkan gugatan perdata atas nama debitur serta jumlah piutang tak tertagih kepada Pengadilan Negeri; atau

- menyerahkan dan mendaftarkan penyelesaian penagihan atas nama debitur serta jumlah piutang tak tertagih kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN); dan

c. Wajib pajak telah mengumumkan daftar nama debitur yang penyelesaian penagihannya telah diserahkan ke Pengadilan Negeri (PN) atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN), dalam suatu penerbitan tertentu seperti penerbitan intern pada asosiasi usaha tersebut atau penerbitan lainnya; dan 

d. Wajib pajak telah menyerahkan dan melaporkan kepada Direktur Jenderal Pajak, "Daftar Piutang Tak Tertagih Yang Dihapuskan" yang mencantumkan nama, alamat, NPWP, dan jumlahnya (formulir terlampir). 

 

Demikian untuk dilaksanakan dan disebarluaskan kepada para wajib pajak yang berada di lingkungan unit kerja Saudara. 

 

30 Maret 1998 

DIREKTUR JENDERAL PAJAK 

ttd.

FUAD BAWAZIER

...