Hasil pencarian "Surat Edaran"

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-28/PJ/2020

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR SE - 28/PJ/2020

TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PENELITIAN BUKTI PEMENUHAN KEWAJIBAN

PENYETORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK

ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN, DAN/ATAU PERUBAHAN PERJANJIAN

PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK

 

A. Umum

Sehubungan dengan terbitnya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-21/PJ/2019 tentang Tata Cara Penelitian Bukti Pemenuhan Kewajiban Penyetoran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya, yang mengubah ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-18/PJ/2017, diperlukan Surat Edaran Direktur Jenderal menggantikan Surat Edaran Direktur Jenderal Nomor SE-40/PJ/2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-18/PJ/2017 tentang Tata Cara Penelitian Bukti Pemenuhan Kewajiban Penyetoran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan beserta Perubahannya, dan SE-13/PJ/2019 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penelitian Bukti Pemenuhan Kewajiban Penyetoran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perubahan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan bagi Wajib Pajak Pengembang (Developer). 

Dalam implementasi SE-40/PJ/2017 dan SE-13/PJ/2019, belum mengakomodasi pengajuan permohonan secara elektronik, persyaratan permohonan belum sederhana, serta jangka waktu penyelesaiannya selama 3 (tiga) sampai 10 (sepuluh) hari kerja. Agar prosedur penelitian bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan (PPh) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dan/atau perubahan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) atas tanah dan/atau bangunan dapat dilakukan secara lebih efektif dan efisien, serta untuk meningkatkan pelayanan dan memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak, perlu dirumuskan kembali prosedur penelitian bukti pemenuhan kewajiban penyetoran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dan/atau perubahan PPJB atas tanah dan/atau bangunan dengan fokus sebagai berikut:

1. Penambahan kanal pengajuan permohonan secara elektronik;

2. Penyederhanaan syarat permohonan; dan

3. Percepatan waktu penyelesaian permohonan. B. Maksud dan Tujuan

 

B.  Maksud dan Tujuan

1. Maksud

Surat Edaran ini dimaksudkan untuk menjadi pedoman dan memberikan standardisasi dalam pelaksanaan penelitian bukti pemenuhan kewajiban penyetoran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dan/atau perubahan PPJB atas tanah dan/atau bangunan.

2. Tujuan

Surat Edaran ini bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai tata cara penelitian formal dan penelitian material bukti pemenuhan kewajiban penyetoran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dan/atau perubahan PPJB atas tanah dan/atau bangunan.

 

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal ini meliputi;

1. Tata cara penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dan/atau perubahan PPJB atas tanah dan/atau bangunan;

2. Tata cara penyelesaian permohonan penggantian atau pembatalan Surat Keterangan Penelitian Formal Bukti Pemenuhan Kewajiban Penyetoran Pajak Penghasilan; dan

3. Tata cara penelitian material bukti pemenuhan kewajiban penyetoran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dan/atau perubahan PPJB atas tanah dan/atau bangunan.

 

D. Dasar

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Real Estat Dalam Skema Kontrak Investasi Kolektif Tertentu;

4. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 261/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Penyetoran, Pelaporan, dan Pengecualian Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya;

5. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 37/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pembayaran dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Real Estat Dalam Skema Kontrak Investasi Kolektif Tertentu;

6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-18/PJ/2017 tentang Tata Cara Penelitian Bukti Pemenuhan Kewajiban Penyetoran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-21/PJ/2019. 

 

E. Materi

1. Penelitian bukti pemenuhan kewajiban penyetoran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dan/atau perubahan PPJB atas tanah dan/atau bangunan, meliputi:

a. penelitian formal; dan

b. penelitian material.

 

2. Penelitian Formal

a. Penelitian formal merupakan penelitian yang dilakukan dalam rangka meneliti kelengkapan dan kesesuaian data dalam formulir atau surat permohonan yang disampaikan oleh Wajib Pajak.

b. Untuk keperluan penelitian formal, orang pribadi atau badan, yang telah memenuhi kewajiban penyetoran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dan/atau perubahan PPJB atas tanah dan/atau bangunan, harus menyampaikan permohonan penelitian bukti pemenuhan kewajiban penyetoran PPh kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

c. Permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf b, dapat dilakukan secara:

1) elektronik; atau

2) langsung.

 

d. Mekanisme penyampaian permohonan secara elektronik dan penelitiannya:

1) Wajib Pajak yang dapat menyampaikan permohonan secara elektronik adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria yang ditentukan oleh DJP, antara lain:

a) memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

b) memiliki akun pada laman DJP Online; dan

c) jumlah daftar pembayaran PPh yang dilakukan tidak lebih dari 10 (sepuluh) untuk 1 (satu) objek pengalihannya.

2) Wajib Pajak harus mengisi dan menyampaikan formulir permohonan secara elektronik

melalui laman pajak.go.id.

3) Berdasarkan hasil penelitian secara elektronik melalui laman pajak.go.id, maka DJP:

a) menerbitkan Surat Keterangan Penelitian Formal Bukti Pemenuhan Kewajiban Penyetoran Pajak Penghasilan (Suket), dalam hal isian permohonan Wajib Pajak telah lengkap dan sesuai; atau

b) memberitahukan penolakan, dalam hal isian data pada formulir yang disampaikan oleh Wajib Pajak tidak lengkap dan/atau tidak sesuai, secara otomatis, segera setelah Wajib Pajak mengisi dan/atau menyampaikan formulir permohonan secara elektronik.

 

e. Mekanisme penyampaian permohonan secara langsung dan penelitiannya:

1) Dalam hal tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada huruf d angka 1), Wajib Pajak atau kuasanya menyampaikan surat permohonan secara langsung kepada:

a) Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama; atau

b) Kepala KPP Pratama melalui Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP); yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau bangunan yang dialihkan.

2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dapat disampaikan oleh Wajib Pajak langsung atau melalui Kuasa.

3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 2) dilampiri dengan:

a) Surat kuasa dalam hal penyampaian permohonan dilakukan oleh Kuasa Wajib Pajak;

b) Surat Pernyataan Tidak Wajib Menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi yang memenuhi syarat tidak wajib memiliki NPWP; dan/atau

c) dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dan/atau perubahan PPJB atas tanah dan/atau bangunan dilakukan kepada Special Purpose Company (SPC) atau Kontrak Investasi Kolektif (KIK) dalam skema KIK tertentu, juga harus dilengkapi dengan dokumen: (1) fotokopi pemberitahuan efektifnya pernyataan pendaftaran Dana Investasi Real Estat berbentuk KIK yang diterbitkan dan telah dilegalisasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK);

(2) keterangan dari OJK bahwa Wajib Pajak yang mengalihkan Real Estat bertransaksi dengan SPC atau KIK dalam skema KIK tertentu; dan

(3) surat pernyataan bermaterai bahwa Wajib Pajak melakukan pengalihan Real Estat kepada SPC atau KIK dalam skema KIK tertentu 

 

F. Lampiran

1. Prosedur kerja:

a. Tata Cara Penyelesaian Permohonan Penelitian Formal Bukti Pemenuhan Kewajiban Penyetoran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, dan/atau Perubahan PPJB Atas Tanah dan/atau Bangunan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama sebagaimana tercantum dalam Lampiran A angka I;

b. Tata Cara Penyelesaian Permohonan Penelitian Formal Bukti Pemenuhan Kewajiban Penyetoran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, dan/atau Perubahan

PPJB Atas Tanah dan/atau Bangunan di Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan

 KP2KP) sebagaimana tercantum dalam Lampiran A angka II;

c. Tata Cara Penyelesaian Permohonan Penggantian/Pembatalan Surat Keterangan Penelitian Formal Bukti

Pemenuhan Kewajiban Penyetoran Pajak Penghasilan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama sebagaimana tercantum dalam Lampiran A angka III;

d. Tata Cara Penyelesaian Permohonan Penggantian/Pembatalan Surat Keterangan Penelitian Formal Bukti Pemenuhan Kewajiban Penyetoran Pajak Penghasilan di Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) sebagaimana tercantum dalam Lampiran A angka IV; dan

e. Tata Cara Penyelesaian Penelitian Material Bukti Pemenuhan Kewajiban Penyetoran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, dan/atau Perubahan PPJB Atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana tercantum dalam Lampiran A angka V. yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

2. Contoh format lampiran:

a. checklist Kelengkapan Persyaratan Permohonan Penelitian Formal Bukti Pemenuhan Kewajiban Penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana tercantum dalam Lampiran B angka I;

b. checklist Kelengkapan Persyaratan Permohonan Penggantian Surat Keterangan Penelitian Formal Bukti Pemenuhan Kewajiban Penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana tercantum dalam Lampiran B angka II;

c. checklist Kelengkapan Persyaratan Permohonan Pembatalan Surat Keterangan Penelitian Formal Bukti Pemenuhan Kewajiban Penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana tercantum dalam Lampiran B angka III;

d. Surat Permohonan Penggantian Surat Keterangan Penelitian Formal Bukti Pemenuhan Kewajiban Penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana tercantum dalam Lampiran B angka IV;

e. Surat Permohonan Pembatalan Surat Keterangan Penelitian Formal Bukti Pemenuhan Kewajiban Penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana tercantum dalam Lampiran B angka V;

f. Surat Pernyataan Bermeterai sebagaimana tercantum dalam Lampiran B angka VI;

g. Berita Acara Penggantian Suket sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B angka VII;

h. Surat Penolakan Penggantian/Pembatalan Suket sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B angka VIII;

i. Surat Keterangan Pembatalan Suket sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B angka IX;

j. Laporan Analisis Ketidakwajaran Nilai Pengalihan sebagaimana tercantum pada Lampiran huruf B angka X, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

G. Penutup

1. Dengan berlakunya Surat Edaran Direktur Jenderal ini:

a) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-40/PJ/2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-18/PJ/2017 tentang Tata Cara Penelitian Bukti Pemenuhan Kewajiban Penyetoran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan beserta Perubahannya; dan

b) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-13/PJ/2019 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penelitian Bukti Pemenuhan Kewajiban Penyetoran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perubahan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan Bagi Wajib Pajak Pengembang (Developer), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

2. Surat Edaran Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

 

Demikian disampaikan untuk dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 30 April 2020

DIREKTUR JENDERAL,

ttd.

SURYO UTOMO

 

...

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ/2020

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR SE - 02/PJ/2020

TENTANG

PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN PADA MASA PAJAK YANG TIDAK SAMA

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

A. UMUM

Bahwa terdapat ketidakseragaman perlakuan pengkreditan Pajak Masukan pada Masa Pajak yang tidak sama sehingga perlu disampaikan Surat Edaran Direktur Jenderal untuk memberikan penegasan mengenai pengkreditan Pajak Masukan pada Masa Pajak yang tidak sama.

                 

B. MAKSUD DAN TUJUAN

1. Maksud

Surat Edaran ini dimaksudkan untuk:

memberikan keseragaman pemahaman atas perlakuan pengkreditan Pajak Masukan pada Masa Pajak yang tidak sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (9) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN); dan memberikan keadilan berkenaan dengan hak pengkreditan Pajak Masukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) atas perolehan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP).

                 

2. Tujuan

Surat Edaran ini bertujuan untuk memberikan penegasan atas pengkreditan Pajak Masukan pada Masa Pajak yang tidak sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (9) UU PPN.

                 

C. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup Surat Edaran ini meliputi penegasan atas perlakuan terhadap pengkreditan Pajak Masukan pada Masa Pajak yang tidak sama.

                 

D. DASAR

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.

                 

E. MATERI

  1. Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama.      
  2. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan. Pajak Masukan yang belum dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama dapat disebabkan antara lain karena Faktur Pajak terlambat diterima        
  3. Dalam hal jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada angka 2 telah terlampaui, pengkreditan Pajak Masukan dapat dilakukan melalui pembetulan SPT Masa PPN yang bersangkutan.          
  4. Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 juga berlaku terhadap Pajak Masukan yang tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6) UU PPN dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.           
  5. Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, dan angka 4 hanya dapat dilakukan dalam hal: Pajak Masukan yang bersangkutan belum dibebankan sebagai biaya atau tidak ditambahkan (dikapitalisasikan) dalam harga perolehan BKP atau JKP yang bersangkutan; dan terhadap PKP belum dilakukan pemeriksaan.     
  6. Contoh perlakuan pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 5 yaitu sebagaimana tercantum dalam Lampiran Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

                 

F. PENUTUP

Dengan terbitnya Surat Edaran Direktur Jenderal ini, perlakuan pengkreditan Pajak Masukan pada Masa Pajak yang tidak sama agar dilaksanakan berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

Demikian Surat Edaran Direktur Jenderal ini disampaikan untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

 

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 21 Januari 2020

DIREKTUR JENDERAL,

ttd

SURYO UTOMO

 

 

 

...

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ/2020

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR SE-08/PJ/2020

TENTANG

TATA CARA PENYELESAIAN PERMINTAAN NOMOR SERI FAKTUR PAJAK

DIREKTUR JENDERAL PAJAK

 

Yth. 

1. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak;

2. Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak;

3. Para Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak;

4. Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak;

5. Para Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan

di seluruh Indonesia.

 

A. Umum

Bahwa tata cara penyelesaian permintaan Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) telah dijelaskan dalam Lampiran VIII Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE20/PJ/2014. Sehubungan dengan adanya kebutuhan penyelesaian permintaan NSFP oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang kegiatan usahanya memerlukan penerbitan Faktur Pajak dengan jumlah tertentu yang melebihi batasan pemberian NSFP yang telah ditentukan dan belum diakomodasi dalam Surat Edaran dimaksud, perlu dirumuskan tata cara penyelesaian permintaan NSFP untuk:

1. Wajib Pajak yang baru dikukuhkan sebagai PKP;

2. PKP yang telah melakukan pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terutang; dan/atau

3. PKP yang mengalami peningkatan usaha. yang karena kegiatan usahanya membutuhkan NSFP dengan jumlah tertentu. 

 

B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud

Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman pelaksanaan tata cara penyelesaian permintaan NSFP.

2. Tujuan

Surat Edaran Direktur Jenderal ini bertujuan untuk memberikan penjelasan dan keseragaman tata cara penyelesaian:

a. permintaan NSFP; dan

b. permintaan NSFP dengan jumlah tertentu.

 

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal ini meliputi:

1. Pengertian yang digunakan dalam Surat Edaran ini;

2. Tata cara permintaan NSFP; dan

3. Tata cara permintaan NSFP dengan jumlah tertentu.

 

D. Dasar

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014.

 

E. Materi

1. Pengertian

a. NSFP adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada PKP dengan mekanisme tertentu untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

b. Petugas Khusus Faktur Pajak (Petugas Khusus) adalah pegawai pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang ditunjuk oleh Kepala KPP untuk menindaklanjuti prosedur terkait pemberian NSFP yang diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

c. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh penyelenggara sertifikasi elektronik.

d. Passphrase adalah serangkaian angka dan/atau huruf dan/atau karakter tertentu yang digunakan untuk melakukan instalasi Sertifikat Elektronik.

e. PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.

f. Akun PKP adalah wadah layanan perpajakan secara elektronik untuk PKP dalam melaksanakan ketentuan Undang-Undang PPN.

g. KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.

h. KP2KP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala KPP Pratama.

i. Jumlah Tertentu adalah jumlah yang melebihi batasan pemberian NSFP yang dijelaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

2. Permintaan NSFP

a. PKP mengajukan permintaan NSFP secar: 1. Pengertian

a. NSFP adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada PKP dengan mekanisme tertentu untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

b. Petugas Khusus Faktur Pajak (Petugas Khusus) adalah pegawai pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang ditunjuk oleh Kepala KPP untuk menindaklanjuti prosedur terkait pemberian NSFP yang diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

c. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh penyelenggara sertifikasi elektronik.

d. Passphrase adalah serangkaian angka dan/atau huruf dan/atau karakter tertentu yang digunakan untuk melakukan instalasi Sertifikat Elektronik.

e. PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.

f. Akun PKP adalah wadah layanan perpajakan secara elektronik untuk PKP dalam melaksanakan ketentuan Undang-Undang PPN.

g. KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.

h. KP2KP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala KPP Pratama.

i. Jumlah Tertentu adalah jumlah yang melebihi batasan pemberian NSFP yang dijelaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

2. Permintaan NSFP

a. PKP mengajukan permintaan NSFP secar: yang karena kegiatan usahanya membutuhkan NSFP dengan Jumlah Tertentu.

c. Permintaan NSFP dengan Jumlah Tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 1) dapat diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) Masa Pajak sejak dikukuhkan sebagai PKP.

d. Permintaan NSFP dengan Jumlah Tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 2) dapat diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) Masa Pajak sejak berlakunya pemusatan tempat PPN terutang.

e. Surat Permintaan NSFP dengan Jumlah Tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf a menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B angka 5 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

f. NSFP dengan Jumlah Tertentu hanya diberikan kepada PKP yang memenuhi syarat sebagai berikut:

1) memiliki Kode Aktivasi dan Password;

2) telah mengaktivasi Akun PKP; dan

3) telah melaporkan SPT Masa PPN untuk 3 (tiga) Masa Pajak terakhir yang telah jatuh tempo secara berturut-turut pada tanggal PKP mengajukan permintaan NSFP.

g. Kepala Seksi Pelayanan/Kepala KP2KP mengirimkan Nota Dinas pemberitahuan PKP yang mengajukan permintaan NSFP dengan Jumlah Tertentu kepada Kepala Seksi yang bertanggung jawab melakukan pengawasan atas PKP tersebut sebagai bahan pengawasan kepatuhan PKP.

h. Nota Dinas pemberitahuan PKP yang mengajukan permintaan NSFP dengan Jumlah Tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf g dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B angka 7 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

4. Tata Cara Penyelesaian Permintaan NSFPa. Tata Cara Penyelesaian Permintaan NSFP tercantum dalam Lampiran huruf A angka 1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

b. Tata Cara Penyelesaian Permintaan NSFP dengan Jumlah Tertentu dan contoh kasus tercantum dalam Lampiran huruf B angka 1 dan 8 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

F. Penutup

1. Dengan berlakunya Surat Edaran Direktur Jenderal ini, Lampiran VIII Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-20/PJ/2014 tentang Tata Cara Permohonan Kode Aktivasi dan Password, Permintaan Aktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak dan Sertifikat Elektronik, serta Permintaan, Pengembalian, dan Pengawasan Nomor Seri Faktur Pajak, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

2. Surat Edaran Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

3. Para Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan para Kepala KPP agar melakukan sosialisasi kepada PKP dan pengawasan atas pelaksanaan Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

Demikian Surat Edaran Direktur Jenderal ini disampaikan untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.

 

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 27 Februari 2020

DIREKTUR JENDERAL,

ttd.

SURYO UTOMO

...

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 45/PJ/2021

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR SE - 45/PJ/2021

TENTANG

PENGUJIAN FAKTUR PAJAK YANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAINYA DAPAT DIKREDITKAN

SEBAGAI PAJAK MASUKAN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

A. Umum

Bahwa berdasarkan evaluasi atas putusan upaya hukum terkait sengketa koreksi Pajak Masukan yang disebabkan oleh jawaban konfirmasi Faktur Pajak menyatakan “tidak ada”, “tidak sesuai”, atau jawaban belum atau tidak diterima, diketahui bahwa terdapat ketidakseragaman dalam melakukan pengujian terhadap Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tercantum dalam Faktur Pajak untuk dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan.

Sehubungan dengan pertimbangan tersebut dan untuk memberikan keseragaman pemahaman mengenai perlakuan PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak, perlu menetapkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak tentang Pengujian Faktur Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya dapat Dikreditkan sebagai Pajak Masukan.

 

B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud

Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman mengenai pengujian Faktur Pajak yang PPN-nya dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan.

2. Tujuan

Surat Edaran Direktur Jenderal ini bertujuan untuk memberikan keseragaman pemahaman dan perlakuan dalam pelaksanaan pengujian Faktur Pajak yang PPN nya dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan.

 

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal ini meliputi:

1. pengertian;

2. ketentuan umum;

3. persyaratan formal dan material Faktur Pajak;

4. pengujian persyaratan material Faktur Pajak;

5. perlakuan atas hasil pengujian persyaratan material Faktur Pajak;

6. tindak lanjut atas hasil pengujian dan konfirmasi Faktur Pajak.

 

D. Dasar

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Undang-Undang PPN);

2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;

3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak;

4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik; 

 

E. Materi

1. Pengertian

a. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP).

b. Pajak Masukan adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP karena perolehan BKP dan/atau perolehan JKP dan/atau pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean dan/atau impor BKP.

2. Ketentuan Umum

a. PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan sepanjang PPN tersebut:

1) bukan merupakan PPN atas pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) Undang-Undang PPN; dan

2) tercantum dalam Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan formal dan persyaratan material sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (9) Undang-Undang PPN.

b. Termasuk dalam pengertian Faktur Pajak yaitu dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.

3. Persyaratan Formal dan Material Faktur Pajak

a. Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal apabila memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN atau persyaratan yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6) Undang-Undang PPN.

b. Faktur Pajak memenuhi persyaratan material apabila berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan BKP, penyerahan JKP, impor BKP, dan/atau pemanfaatan JKP atau BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

4. Pengujian Persyaratan Material Faktur Pajak

Untuk menguji pemenuhan persyaratan material sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b, dilakukan:

a. pengujian atas transaksi yang menjadi dasar pembuatan Faktur Pajak (underlying transaction) melalui pengujian arus uang, arus barang atau perolehan jasa, dan arus dokumen; dan

b. konfirmasi Faktur Pajak melalui sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak.

 

5. Perlakuan atas Hasil Pengujian Persyaratan Material Faktur Pajak

Berdasarkan hasil pengujian pemenuhan persyaratan material sebagaimana dimaksud pada angka 4, perlakuan atas PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak yaitu:

a. Dalam hal pengujian arus uang, arus barang atau perolehan jasa, dan arus dokumen terpenuhi dan konfirmasi Faktur Pajak menyatakan “ada dan sesuai”, maka PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sepanjang Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal dan bukan merupakan PPN atas pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) Undang-Undang PPN.

b. Dalam hal pengujian arus uang, arus barang atau perolehan jasa, dan arus dokumen terpenuhi namun konfirmasi Faktur Pajak menyatakan “tidak ada”, maka PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sepanjang Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal dan bukan merupakan PPN atas pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) Undang-Undang PPN.

c. Dalam hal pengujian arus uang, arus barang atau perolehan jasa, dan arus dokumen tidak terpenuhi namun konfirmasi Faktur Pajak menyatakan “ada dan sesuai”, maka PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan.

d. Dalam hal pengujian arus uang, arus barang atau perolehan jasa, dan arus dokumen tidak terpenuhi dan konfirmasi Faktur Pajak menyatakan “tidak ada”, maka PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan.

6. Tindak Lanjut atas Hasil Pengujian dan Konfirmasi Faktur Pajak Berdasarkan hasil pengujian dan konfirmasi Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 5

 

F. Penutup

Dengan ditetapkannya Surat Edaran Direktur Jenderal ini, maka pelaksanaan pengujian Faktur Pajak yang PPNnya dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan agar berpedoman pada Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Jakarta 

pada tanggal 20 Agustus 2021

DIREKTUR JENDERAL,

ttd

SURYO UTOMO

 

...

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-20/PJ/2014

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR SE-20/PJ/2014

TENTANG

TATA CARA PERMOHONAN KODE AKTIVASI DAN PASSWORD, PERMINTAAN

AKTIVASI AKUN PENGUSAHA KENA PAJAK DAN SERTIFIKAT ELEKTRONIK, SERTA

PERMINTAAN, PENGEMBALIAN, DAN PENGAWASAN NOMOR SERI FAKTUR PAJAK

DIREKTUR JENDERAL PAJAK

 

A. Umum

Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak, maka perlu disusun Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak sebagai acuan dalam pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak dimaksud.

 

B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud

Surat Edaran ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan dalam pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 terkait dengan permohonan Kode Aktivasi dan Password, permintaan aktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak dan permintaan Sertifikat Elektronik, serta permintaan, pengembalian dan pengawasan Nomor Seri Faktur Pajak.

 

2. Tujuan

Memberikan penjelasan prosedur standar dalam penyelesaian: a. permohonan Kode Aktivasi dan password;

b. permintaan aktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak;

c. permintaan Sertifikat Elektronik;

d. permintaan Nomor Seri Faktur Pajak;

e. pengembalian dan pengawasan Nomor Seri Faktur Pajak.

 

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Surat Edaran ini meliputi pelaksanaan prosedur pemberian dan pengawasan Nomor Seri Faktur Pajak yang mencakup tata cara pemberian Kode Aktivasi dan Password, permintaan aktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak dan permintaan Sertifikat Elektronik, serta permintaan, pengembalian dan pengawasan Nomor Seri Faktur Pajak.

 

D. Dasar

1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak.

2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak.

 

E. Materi

1. Pengertian Umuma. 

a. Petugas Khusus Faktur Pajak yang selanjutnya disebut Petugas Khusus adalah Pelaksana di lingkungan Kantor Pelayanan Pajak yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk menindaklanjuti prosedur-prosedur yang diatur dalam Surat Edaran ini.

b. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh penyelenggara sertifikasi elektronik.

c. Passphrase adalah serangkaian angka dan/atau huruf dan/atau karakter tertentu yang digunakan untuk melakukan instalasi Sertifikat Elektronik.

d. Akun Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disebut Akun PKP adalah wadah layanan perpajakan secara elektronik untuk Pengusaha Kena Pajak dalam melaksanakan ketentuan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

 

2. Petugas Khusus

a. Petugas Khusus ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan formulir Surat Keputusan Penunjukan Petugas Khusus sebagaimana tercantum pada Lampiran 1 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.

b. Sebelum masa berlaku Surat Keputusan Penunjukan Petugas Khusus berakhir, Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Keputusan Penunjukan Petugas Khusus yang berlaku mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember tahun berikutnya.

c. Petugas Khusus diberikan kewenangan untuk menindaklanjuti:

1) Permohonan Kode Aktivasi dan password;

2) Permintaan Aktivasi Akun PKP;

3) Permintaan Sertifikat Elektronik oleh Pengusaha Kena Pajak;

4) Permintaan Nomor Seri Faktur Pajak;

5) Hal lainnya yang ditetapkan sesuai ketentuan yang berlaku.

d. Untuk dapat menindaklanjuti permintaan Sertifikat Elektronik dari Pengusaha Kena Pajak, Petugas Khusus harus memiliki Sertifikat Elektronik. 

e. Sertifikat Elektronik sebagaimana dimaksud dalam huruf d, diperoleh dengan mengajukan Surat Permintaan Sertifikat Elektronik kepada Kepala Bidang Dukungan Teknis dan Konsultasi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang bersangkutan.

f. Surat Permintaan Sertifikat Elektronik bagi Petugas Khusus adalah sebagaimana tercantum pada Lampiran III.1 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.

 

3. Operator Console Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak

a. Operator Console Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak diberi kewenangan untuk menindaklanjuti permintaan Sertifikat Elektronik Petugas Khusus Kantor Pelayanan Pajak yang berada di dalam wilayah kerjanya.

b. Untuk dapat memberikan persetujuan pemberian Sertifikat Elektronik kepada Petugas Khusus, Operator Console Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak harus memiliki Sertifikat Elektronik.

c. Sertifikat Elektronik sebagaimana dimaksud dalam huruf a, diperoleh dengan mengajukan Surat Permintaan Sertifikat Elektronik kepada Kepala Subdirektorat Pelayanan Operasional, Direktorat Teknologi lnformasi Perpajakan.

d. Surat Permintaan Sertifikat Elektronik bagi Operator Console Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak adalah sebagaimana tercantum pada Lampiran II.1 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.

4 Permintaan Nomor Seri Faktur Pajak

a. Pengusaha Kena Pajak mengajukan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan dan/atau secara online melalui laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

b. Nomor Seri Faktur Pajak hanya diberikan kepada Pengusaha Kena Pajak yang telah memenuhi syarat sebagai berikut:

1) telah memiliki Kode Aktivasi dan Password;

2) telah mengaktivasi Akun PKP; dan3) telah melaporkan SPT Masa PPN untuk 3 (tiga) masa pajak terakhir yang telah jatuh tempo secara berturut-turut pada tanggal Pengusaha Kena Pajak mengajukan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak.

c. Pengusaha Kena Pajak mengajukan Surat Permohonan Kode Aktivasi dan Password ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.

d. Pengusaha Kena Pajak melakukan aktivasi Akun PKP melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan dan/atau secara online melalui laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

e. Pengusaha Kena Pajak yang akan mengajukan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak secara online, harus terlebih dahulu memiliki Sertifikat Elektronik.

f. Pengusaha Kena Pajak mengajukan permintaan Sertifikat Elektronik melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan dan/atau secara online melalui laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

 

5. Tata Cara

a. Tata Cara Penunjukan Petugas Khusus mengacu pada Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.

b. Tata Cara Pemberian atau Pencabutan Sertifikat Elektronik Operator Console Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak mengacu pada Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini

c. Tata Cara Pemberian atau Pencabutan Sertifikat Elektronik Petugas Khusus mengacu pada Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini

d. Tata Cara Penyelesaian Permohonan Kode Aktivasi dan Password mengacu pada Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.

e. Tata Cara Penyelesaian Permintaan Aktivasi Akun PKP mengacu pada Lampiran V Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak inif. Tata Cara Penyelesaian Permintaan atau Permintaan Pencabutan Sertifikat Elektronik Pengusaha Kena Pajak mengacu pada Lampiran VI yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.

g. Tata Cara Penyelesaian Permintaan atau Permintaan Pencabutan Sertifikat Elektronik Tempat kegiatan usaha Pengusaha Kena Pajak mengacu padalampiran VII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.

h. Tata Cara Penyelesaian Permintaan Nomor Seri Faktur Pajak mengacu padaLampiran VIII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.

i. Tata Cara Pengembalian dan Pengawasan Nomor Seri Faktur Pajak mengacu pada Lampiran IX yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.

 

6. Masa Peralihan

a. Aktivasi Akun PKP bagi Pengusaha Kena Pajak yang telah memiliki Kode Aktivasi dan Password sebelum 1 Juli 2014 dilakukan secara jabatan oleh

Direktorat Jenderal Pajak.

b. Surat Keputusan Penunjukan Petugas Khusus sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-52/PJ/2012 yang telah terbit sebelum Surat Edaran ini ditetapkan, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2014 dengan wewenang tambahan sebagaimana dimaksud pada Surat Edaran ini.

c. Sertifikat Elektronik diberikan secara jabatan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Petugas Khusus yang telah ditetapkan melalui Surat Keputusan Penunjukan Petugas Khusus yang pada tanggal 30 Juni 2014 masih berlaku.

d. Bagi Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik mulai tanggal 1 Juli 2014 berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-136/PJ/2014, diberikan Sertifikat Elektronik secara jabatan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan dapat mengajukan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak secara online melalui laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal PajakF.

 

Penutup

1. Dengan berlakunya Surat Edaran Direktur Jenderal pajak ini, maka Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-52/PJ/2012 tentang Tata Cara Permohonan Kode Aktivasi dan Password serta Permintaan, Pengembalian, dan Pengawasan Nomor Seri Faktur Pajak, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

2. Para Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan para Kepala Kantor Pelayanan Pajak agar melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait atas pelaksanaan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini serta melakukan sosialisasi dan pengawasan pelaksanaannya.

 

Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 20 Juni 2014

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

A. FUAD RAHMANY

...

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-75/PJ/2015

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR SE-75/PJ/2015

TENTANG

PENEGASAN PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PIUTANG YANG NYATA-NYATA TIDAK

DAPAT DITAGIH YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO

DIREKTUR JENDERAL PAJAK

 

 

A. Umum

Dalam rangka memberikan kepastian hukum mengenai perlakuan perpajakan atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih terkait adanya Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/121/KEP/DIR tanggal 25 Januari 1995 tentang PenyampaianNomor Pokok Wajib Pajak dan Laporan Keuangan dalam Permohonan Kredit sebagaimana telah diubah dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/83/KEP/DIR tanggal 12 Oktober 1995 serta telah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 207/PMK.010/2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009 tentang Piutang yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto, diperlukan penegasan mengenai perlakuan perpajakan dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak.

 

B. Maksud dan Tujuan

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini disusun untuk memberikan acuan dan keseragaman dalam pelaksanaan dan pengawasan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan serta menyelaraskan dengan ketentuan lain yang terkait.

 

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini menegaskan tentang perlakuan perpajakan atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih terkait dengan adanya Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/121/KEP/DIR tanggal 25 Januari 1995 tentang Penyampaian Nomor Pokok Wajib Pajak dan Laporan Keuangan dalam Permohonan Kredit sebagaimana telah diubah dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/83/KEP/DIR tanggal 12 Oktober 1995 serta telah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 207/PMK.010/2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009 tentang Piutang yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.

 

D. Dasar

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 16 Tahun 2009 (Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan).

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Undang-Undang Pajak Penghasilan).

3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009 tentang Piutang yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 207/PMK.010/2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009.

4. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/121/KEP/DIR tanggal 25 Januari 1995 tentan Penyampaian Nomor Pokok Wajib Pajak dan Laporan Keuangan dalam Permohonan Kredi sebagaimana telah diubah dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/83/KEP/DIR tanggal 12 Oktober 1995.

 

 

E. Materi

1. Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Salah satu jenis biaya tersebut yaitu piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan persyaratan, antara lain Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak, yang di dalam daftar tersebut mencantumkan identitas debitur, salah satunya berupa Nomor Pokok Wajib Pajak.

 

2. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/121/KEP/DIR tanggal 25 Januari 1995 tentang Penyampaian Nomor Pokok Wajib Pajak dan Laporan Keuangan dalam Permohonan Kredit sebagaimana telah diubah dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/83/KEP/DIR tanggal 12 Oktober 1995 mengatur hal-hal antara lain:

a. pada setiap pengajuan permohonan kredit, bank wajib meminta kepada pemohon kredit untuk menyampaikan fotokopi kartu NPWP pemohon kredit; dan

b. kewajiban dimaksud pada huruf a berlaku bagi:

1) permohonan satu atau beberapa jenis kredit dengan plafon keseluruhan di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) atau ekuivalennya dalam valuta asing; atau

2) permohonan penambahan kredit sehingga plafon keseluruhan mencapai jumlah di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) atau ekuivalennya dalam valuta asing.

 

3. Untuk menjaga keselarasan peraturan, keharusan mencantumkan identitas debitur berupa Nomor Pokok Wajib Pajak dalam daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang diserahkan kepada Direktorat Jenderal Pajak diterapkan terhadap piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang berasal dari plafon utang di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), baik yang berasal dari satu utang maupun gunggungan dari beberapa utang yang diterima dari satu kreditur.

 

4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 3 diberlakukan untuk penyelesaian pemeriksaan, keberatan, dan permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar, sejak diterbitkannya Surat Edaran ini.

 

F. Penutup

Dengan diterbitkannya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, diminta agar seluruh unit terkait di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan pengawasan sehubungan dengan pelaksanaan Surat Edaran ini di lingkungan wilayah kerja masingmasing.

 

Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.

 

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 10 Desember 2015

Plt. DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

KEN DWIJUGIASTEADI

...