Mengupas Tentang Natura di PP 55 2022

Sejak diterbitkannya aturan tentang pajak natura yang kini telah diperbaharui dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 (PP 55/2022) yang merupakan turunan dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Isu-isu tentang natura yang kini telah disebutkan sebagai “objek pajak” menjadi topik hangat yang tidak habis dibahas oleh netizen.   

Untuk sebagian wajib pajak yang ingin mengetahui bagaimana perlakuan perpajakan terhadap natura dan kenikmatan, mari simak penjelasan berikut.

Pahami Perbedaan Natura dan Kenikmatan

Dalam PP 55/2022 dijelaskan bahwa imbalan dalam bentuk “natura” merupakan imbalan atau penggantian dalam bentuk “barang selain uang”. Imbalan ini dialihkan kepemilikannya dari pemberi kepada penerima sebagai bentuk penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa. Barang yang dialihkan tersebut dinilai berdasarkan nilai pasar.

Sedangkan imbalan dalam bentuk “kenikmatan” merupakan penggantian atau imbalan dalam bentuk “hak atas pemanfaatan suatu fasilitas dan/atau pelayanan”. Adapun fasilitas dan/atau pelayanan yang diberikan pemberi atau aktiva pihak ketiga disewa dan/atau dibiayai pemberi. 

Sebagai contoh, dalam perusahaan terdapat fasilitas berupa mobil dinas atau rumah dinas untuk karyawan atau direktur. Jika dilihat dari ketentuan sebelum UU HPP ini terbit, fasilitas tersebut bukan merupakan objek pajak dan tentunya tidak perlu dilakukan pemotongan pajak. Namun, setelah diterbitkannya UU HPP yang diperbaharui oleh PP 55/2022 fasilitas tersebut merupakan objek pajak yang nantinya akan masuk ke dalam komponen PPh Pasal 21 karyawan. 

Dasar Hukum Pajak Natura

Sebelum masuk pada aturan yang mendasari ditetapkannya pajak natura, sebagian wajib pajak mungkin bertanya-tanya mengapa pemerintah menjadikan natura sebagai objek pajak? Umumnya, pengenaan pajak natura/kenikmatan ini dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan perlakuan pajak antara kompensasi atau penghasilan yang diterima karyawan dalam bentuk tunai dan non-tunai. Ini disebabkan karena komponen gaji atau upah dalam bentuk tunai menjadi penghasilan yang dikenai pajak penghasilan bagi si penerima serta menjadi biaya pengurang bagi si pemberi kerja (taxable-deductible). Namun, untuk natura/kenikmatan karena bukan merupakan objek pajak maka tidak dikenai pajak penghasilan bagi si penerima dan tidak dapat menjadi biaya pengurang bagi si pemberi kerja. Adapula seperti pemberian barang endorstment kepada influencer yang nilai cukup besar juga menjadi pertimbangan, mengingat hal tersebut telah menjadi tambahan ekonomis bagi influencer. Oleh karenanya, permerintah akhirnya mengubah aturan natura menjadi objek pajak demi terwujudnya prinsip keadilan. Ketentuan mengenai natura sebagai objek pajak dituangkan dalam Pasal 4 Ayat 1 huruf (a) UU HPP dan diperinci lagi dalam PP 55/2022 pada 20 Desember 2022. 

           “penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya termasuk natura dan/atau kenikmatan...”

Merujuk pada peraturan tersebut, maka mulai tahun 2022 penerima penghasilan (WPOP) wajib melaporkan sendiri natura/kenikmatan dalam SPT Tahunannya. Dan mulai tahun berikutnya, pelaporan pajak natura/kenikmatan akan dilakukan oleh perusahaan selaku pemberi penghasilan yang akan dimasukkan ke dalam pemotongan PPh Pasal 21 karyawan. 

Namun, yang masih menjadi pertimbangan adalah belum adanya kepastian mengenai pengklaifikasian objek natura/kenikmatan. Apabila kita kaji lagi dalam PP 55/2022 Pasal 24, pasal tersebut hanya menjelaskan tentang rincian dari pengecualian objek natura/kenikmatan yang isinya antara lain:

  1. makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan atau minuman bagi seluruh pegawai
  2. natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu
  3. natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan
  4. natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, dan/atau anggaran pendapatan dan belanja desa; atau 
  5. natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu.

Hal ini menandakan bahwa PP 55/2022 hanya menjelaskan rincian dari pendekatan negative list. Padahal aturan positive list juga dibutuhkan untuk mengetahui objek pasti dari pemajakan natura. Jika hanya mengeluarkan aturan negative list, artinya objek pajak natura/kenikmatan masih bersifat sangat luas. Bila hanya melihat dari lima kelompok pengecualian diatas, apakah artinya selain dari kelompok tersebut secara otomatis akan menjadi objek pajak natura? Jika begitu, dapat dibayangkan akan ada banyak objek pajak natura yang dapat dimasukkan ke dalam PPh 21 karyawan. 

Untuk itu, diperlukannya  ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan pajak natura agar dapat diketahui secara jelas klasifikasi objek dan non-objek pajak natura/kenikmatan serta batasan nilainya (threshold). Perlunya penentuan threshold ini agar terjaminnya prinsip keadilan dan kepastian mengenai hukum dan aturan pemajakan natura/kenikmatan. 

Pentingnya Threshold Dalam Pajak Natura

Threshold dalam pajak natura/kenikmatan merupakan sesuatu yang dapat dijadikan sebagai  acuan batasan nilai tertentu dari jenis pajak tersebut. Gunanya penetapan threshold ini untuk mengetahui batasan secara jelas atas natura/kenikmatan apa saja yang menjadi objek pajak. Kemudian, dari sisi penerima penghasilan perlu diketahui pula bagaimana perlakuan pajak natura untuk wajib pajak yang berstatus sebagai pegawai dan non-pegawai. Contohnya, dalam hal pemberian natura/kenikmatan untuk kelancaran pekerjaan dan produktivitas pegawai, seperti pemberian barang berupa laptop, handphone, fasilitas kendaraan mobil, motor hingga rumah, apakah akan menjadi objek pajak ataukah non-objek pajak? Hal tersebut perlu menjadi pertimbangan penuh agar sejalan dengan prinsip keadilan yang diharapkan pemerintah. Pertimbangan tersebut jelas sekali akan berimplikasinya terhadap pemotongan PPh Pasal 21 karyawan yang dapat memengaruhi cost of  compliance PPh Pasal 21 di perusahaan.

 Seyogyanya pemerintah dapat membuat aturan seadil-adilnya agar kemudian dapat dijadikan acuan dasar bagi wajib pajak terutama perusahaan sebagai pemberi kerja untuk melakukan pemotongan pajak natura dengan semestinya.

 

Referensi :

  • Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022
  • Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021

Topik: natura, PP 55/2022

Sumber gambar : Marketeers

Berikan Komentar