
Apa konsekuensi peredaran bruto diatas 4,8 milyar setahun tapi tidak melapor untuk dikukuhkan menjadi PKP
Apa konsekuensi peredaran bruto (omset) diatas 4,8 milyar setahun tapi perusahaan tidak mau melapor untuk dikukuhkan menjadi PKP?
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013, Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Berdasarkan pasal 2 ayat (4) Undang-Undang KUP, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan apabila Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2).
Artinya, Hal tersebut diatas dapat dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak ternyata orang pribadi atau badan atau Pengusaha tersebut telah memenuhi syarat untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Karena perusahaan sudah memiliki peredaran bruto lebih dari 4,8 milyar dalam setahun maka wajib melapor untuk dikukuhkan sebagai PKP, jika tidak melapor maka DJP akan mengukuhkan PKP secara jabatan sejak orang pribadi atau badan atau Pengusaha tersebut telah memenuhi syarat untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Berdasarkan pasal 2 ayat (4a), Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkannya sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Misalnya perusahaan pada bulan agustus 2022 memiliki omset 4,8 milyar dan tercatat dalam laporan keuangan 2022 omset sampai dengan 31 desember 2022 adalah 10 milyar, namun omset 2023 turun drastis dan sampai dengan november 2023 omset baru mencapai 4,5 milyar sehingga perusahaan juga belum melapor untuk di kukuhkan sebagai PKP. Atas kondisi tersebut DJP dapat mengukuhkan sebagai PKP sejak bulan agustus 2022 karena telah memenuhi syarat untuk di kukuhkan sebagai PKP dan akan dihitung PPN yang seharusnya dipungut dan terhutang sejak agustus 2022 sampai dengan November 2023. Selain itu perusahaan juga akan mendapat sanksi bunga sebagaimana tertuang dalam pasal 13 ayat (2) UU KUP dan sanksi administrasi berupa denda bedasarkan pasal 14 ayat (4) UU KUP karena tidak menjalankan kewajiban perpajakan sebagaimana mestinya.
Kesimpulan
Konsekuensi tidak melapor untuk dikukuhkan sebagai PKP:
- Dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan
- Dihitung PPN Terutang paling lama 5 tahun sebelum dikukuhkan sebagai PKP
- Sanksi bunga (Pasal 13 ayat (2) UU KUP)
- Sanksi administrasi berupa denda (Pasal 14 ayat (4) UU KUP)
Dasar Hukum:
- Undang-Undang KUP
- PMK 197/PMK.03/2013